Perkawinan beda Agama
- Dalam konsepsi hukum perdata Barat, perkawinan hanya dipandang sebagai
hubungan keperdataan saja. Artinya, tidak ada campur tangan dari Undang-undang
terhadap upacara-upacara keagamaan yang melangsungkan perkawinan. Undang-undang
hanya mengenal perkawinan perdata, yaitu perkawinan yang dilangsungkan di
hadapan seorang pegawai catatan sipil. Demikian juga dengan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPerdata) yang berlaku di Indonesia. Untuk melangsungkan
sebuah perkawinan, hanya dibutuhkan dua macam syarat, yaitu:
1. Syarat materil, yang merupakan inti dalam
melangsungkan perkawinan pada umumnya. Syarat ini meliputi: Syarat materil
mutlak yang merupakan syarat yang berkaitan dengan pribadi seseorang yang harus
diindahkan untuk melangsungkan perkawinan pada umumnya.
2. Syarat materil relatif, yaitu ketentuan
yang merupakan larangan bagi seseorang untuk kawin dengan orang tertentu, yang
terdiri dari: Larangan kawin dengan keluarga sedarah, Larangan kawin karena
zinah, dan Larangan kawin untuk memperbaharui perkawinan setelah adanya
perceraian, jika belum lewat waktunya satu tahun.
3. Syarat formal, yaitu syarat yang harus
dipenuhi sebelum perkawinan dilangsungkan mencakup pemberitahuan ke pegawai
Catatan Sipil (Pasal 50-51 KUH perdata).
Dengan berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan, (UU Perkawinan) maka semua perundang-undangan
perkawinan Hindia Belanda dinyatakan tidak berlaku lagi. Hal ini secara tegas dinyatakan
dalam Pasal 66 UU Perkawinan. Menurut Pasal 1 UU Perkawinan adalah sebuah
ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dari pasal ini, tersirat bahwa perkawinan
yang berlaku di Indonesia adalah perkawinan antara seorang pria dan wanita
saja. Selanjutnya, dalam Pasal 2 Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa
perkawinan dianggap sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama
dan kepercayaan para pihak. Setelah perkawinan dilakukan, perkawinan tersebut
pun harus dicatatkan, dalam hal ini pencatatan di Kantor Urusan Agama (KUA) dan
Catatan Sipil. Untuk lebih jelasnya
silahkan klik disini
0 komentar on Perkawinan beda Agama :